Selasa, 20 Desember 2011

silase

2. SILASE (SILAGE)
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses  dari bahan baku yang berupa  tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya,   dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara , yang biasa disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu.
Didalam silo tersebut  tersebut akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah  proses fermentasi.
Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya.
Tujuan pembuatan Silase:
Tujuan utama pembuatan silage adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan menjadi berkurang jumlahnya.. Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi tersbut, beberapa jenis zat tambahan (additive) harus di gunakan agar kandungan nutrisi dalam silase  tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya.
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaan nya tergantung dari bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai.
Prinsip Dasar Fermentasi Silase
Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara silase fermentasi adalah  sebagai berikut.
Respirasi
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di butuhkan dalam aktivitas normalnya. Respirasi ini merupakan konversi karbohidrat menjadi energi.
Respirasi ini di bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung, beberapa saat setelah bahan di masukan dalam silo.
Namun respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga waktunya harus sangat di batasi.
Respirasi yang berkelamaan di dalam bahan baku silase, dapat mengurangi kadar karbohidrat, yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses fermentasi.
Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam bahan baku silase, saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan Silo, adalah cara terbaik meminimumkan masa respirasi ini.
Fermentatsi.
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi adalah menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai dengan kadar pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo.
Penurunan kadar pH ini dilakukan  oleh lactic acid yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus.
Lactobasillus itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid. Bakteri ini akan terus memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampi pada tahap  kadar pH yang rendah, dimana  tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas. Sehingga silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana  bahan baku berada dalam keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi awet.
Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan  bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya
Bakteri ini juga sudah berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya, saat mereka di masukan kedalam silo.
Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lactic acid sebagai sumber energi mereka kemudian mengeluarkan Butyric acid, dimana Butyric acid bisa diasosiasikan dengan  pembusukan silase
Keadaan yang menyuburkan  tumbuhnya bakteri clostridia adalah kurangnya kadar karbohidrat untuk proses fermentasi , yang biasanya di sebabkan oleh : kehujanan pada saat pencacahan bahan baku silase, proses respirasi yang terlalu lama, terlalu banyaknya kadar air di dalam bahan baku. Dan juga kekurangan jumlah bakteri Lactobasillus . Itulah sebabnya kadang di perlukan penggunaan bahan tambahan atau aditive.
Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase
Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam enam phase,   yaitu:
Phase I
Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bacteri yang membutuhkan udara / oksigen.
Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan suhu / panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility  kandungan nutrisi, seperti misalnya protein.
Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal  ini adalah terurainya  protein tumbuhan, yang akan terurai  menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai.
Laju kecepatan penguraian protein ini (proteolysis), sangat tergantung dari laju berkurangnya kadar pH.
Raung lingkup silo yang menjadi acid, akan mengurangi aktivitas enzym yang juga akan menguraikan protein.
Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo, dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini  hanya akan bejalan beberapa jam saja. Dengan teknik penanganan  yang kurang memadai maka phase ini  akan berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu.
Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling ini adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan anaerobic dapat secepatnya  tercapai.
Kunci sukses pada phase ini adalah:
-          Kematangan bahan
-          Kelembaban bahan
-          Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo
-          Kecepatan memasukan bahan dalam silo
-          Kekedapan serta kerapatan silo
Phase II
Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah proses fermentasi  dimulai, dengan dimulainya  tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic – acid..
Bakteri tersebut akan menyerap  karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya.
Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak ruminansia juga menurunkan  kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan  kadar pH di dalam silo  di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan menurun dan ahirnya berhenti
Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam. 
Phase III
Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan bertambah terus
Phase IV
Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka  karbohidrat yang akan terurai menjadi  latic acid juga makin bertambah.
Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase.
Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi ternak tersebut.
Phase 4 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan baku  lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.
Phase V
Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5, jagung  4.0.
Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini.
Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang berlainan pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang, namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0
Phase VI
Phase ini merupakan phase pengangkatan silage dari tempatnya /silo.
Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh para peternak yang kurang berpengalaman.
Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari 50% silase  mengalami kerusakan atau pembusukan  yang di sebabkan oleh bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo.
Kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo.
Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi pembusukan.
Proses yang terjadi dalam  6phase  

Phase I
Phase II
Phase III
Phase IV
Phase V
Phase VI
Umur Silase
0-2 hari
2-3 days
3-4 days
4-21 days
21 days-
lactic
Respirasi sel; menghasilkan 
CO2, panas danair
Produksi
acetic acid
dan lactic
acid
Pembetukan
acid


Pembentukan Lactic
acid


Penyimpanan Material


Pembusukan Aerobic
re-exposure
dengan  oxygen
Perubahan suhu **
69-90 F
90-84 F
84 F
84 F
84 F
84 F
Perubahan pH
6.5-6.0
6.0-5.0
5.0-4.0
4.0
4.0
4.0-7.0
Produksi yg di hasilkan
Acetic acid
dan lactic
acid bacteria
Lactic
acid
bacteria
Lactic
acid
bacteria
pembusukan
** Suhu atau temperatur sangat tergantung suhu ruangan.
Bahan pembuatan Silase
Bahan untuk pembuatan silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang di sukai oleh ternak ruminansia, seperti :
-          Rumput, Sorghum, Jagung, Biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi, dll
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Silase :
Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya. Untuk penjelasan mengapa dan apa sebabnya lihat di bagian Prinsip Fermentasi
Bahan tambahan
Dengan mengetahui prinsip fermentasi dan phase tahapan prosesnya , maka kita bisa memanipulasi proses fermentasi dalam pebuatan silase.
Manipulasi di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase
Manipulasi dengan penambahan bahan additive ini bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pemberian bahan tambahan  secara langsung dengan menggunakan:
- Natrium bisulfat
- Sulfur oxida
- Asam chlorida
- Asam sulfat
- Asam propionat.
- dll.
Pemberian bahan tambahan  secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat  yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :
-          Molase (melas) :         2,5 kg /100 kg hijauan.
-          Onggok (tepung) :       2,5 kg/100 kg hijauan.
-          Tepung jagung :           3,5 kg/100 kg hijauan.
-          Dedak halus :              5,0 kg/100 kg hijauan.
-          Ampas sagu :              7,0 kg/100 kg hijauan.
Biasanya ini  diperlukan bila bahan dasarnya kurang banyak mengadung karbohidrat
Proses pembuatan Silase
Setelah memahami prinsip dasar pembuatan silase, maka proses tahap pelaksanaan pembuatan silase akan menjadi sangat mudah di fahami apa dan mengapanya.
Penyiapan Silo
Silo hanyalah nama sebuah wadah yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak bisa masuk maupun keluar dar dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus kedap rembesan cairan.
Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik dan termurah serta sangat fleksibel penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan.
Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan, mulai  kantong keresek plastik ukuran satu kilogram, sampai silo silindris dengan garis tengah 100 meter dan ketinggian 30 meter.
Pilihlah ukuran, bahan serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anda.
Gentong plastik (biasanya berwarna biru) yang mempunyai tutup yang bisa di kunci dengan rapat, merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang sehingga mudah untuk di angkat manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa memenuhi kebutuhan yang lebih banyak.
Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka cara yang termurah adalah dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan kantung plastik yang di jual meteran, sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat.
Prinsip yang harus di perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak, maka silo tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang telah jadi karena terjadinya proses aerobic, lihat dip hase-6.
Inilah sebabnya kenapa pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo yang banyak serta  portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih berdaya guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo.
Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo, sehingga penggunaannya bisa sekali buka silo , isinya langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi sisa yang harus di simpan.
Penyimpanan sisa silase ini , di samping sangat merepotkan juga sangat riskan terhadap terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen yang akan mengaktivekan bakteri aerob
 Penyiapan bahan baku silase serta penempatan pada silo:
Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang segar yang langsung di dapat dari pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama – mengapa – lihat pada Prinsip Dasar Fermentasi Silase.
1.      Pemotongan atau Pencacahan Bahan Baku
Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar  5 centimeter.
Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan.
Jika hendak menggunakan bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara merata, sebelum di masukan dalam silo
2.      Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis.
3.      Saat  memasukan bahan baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo – Lihat Prinsip Dasar Fermentasi Silase.
4.      Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk kedalam silo -- Lihat Prinsip Dasar Fermentasi Silase.
5.      Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan  pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena hujan secara langsung, selama tiga minggu
6.      Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk menilai kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di  Kriteria Silase yang baik, jika penilaian anda mendapatkan hasil 100 atau mendekati 100, maka cara and membuat silase sudah sangat baik, lakukan cara tersebut untuk pembuatan silase berikutnya.
7.      Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama asalkan tidak kemasukan udara.
8.      Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat  seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan.
Bagi Pemula:
Bagi pemula yang belum pernah membuat fermentasi silase, akan menganggap proses ini adalah proses yang sulit dan serba canggih. Namun jika telah mengetahui prinsip dasarnya maka pembuatan silse ini bukanlah merupakan sesuatu yang sulit ataupun aneh serba canggih serta padat teknologi.
Sedikit menyinggung sejarah di temukannya silase;
Pada jaman dahulu kala di daratan Eropa ada seorang penggembala sapi, yang selalu dengan rajin dan penuh perhatian pada ternak yang di gembalanya. Dia sangat memperhatikan keberadaan beberapa anak sapi gembalaannya yang sering tidak kebagian hijauan saat merumput. Kemudian dia menyabit rumput, yang kemudian dia tempatkan pada kantung kain tebal yang selalu dia bawa sebagai tempat menyimpan bekal makannya. Rumput yang di bawanya kemudian dengan penuh rasa kasih sayang  di berikan pada anak-anak sapi  setibanya di kandang.
Pada suatu ketika , setelah menyabit dan menempatkan rumput di dalam kantung tebalnya, anak–anak sapi tersebut selalu mendekatinya dan berusaha memakan rumput yang berada dalam kantung tersebut. Penggembala itu merasa kesal, menghardik agar anak sapi tersebut belajar merumput, kemudian dia mengubur kantung plastiknya di dalam tanah, agar anak sapi tersebut tidak manja dan mau berusaha lebih keras dalam merumput.
Sebagai manusia biasa si penggembala tidak bisa menemukan kembali kuburan kantung plastiknya, saat mereka pulang ke kandang.
Beberapa minggu kemudian saat menggembala pada tempat yang sama dimana dia mengubur kantung plastiknya, secara kebetulan dia menemukan kembali kuburan tersebut.
Setelah di gali ulang, di buka dan dilihat isinya, ternyata rumput tersebut masih ada serta beraroma wangi dan berasa kemanisan. Dia coba berikan pada anak-anak sapi, ternyata mereka sangat menyukainya, demikian juga saat di berikan pada sapi dewasa lainnya.
Sejak itulah proses fermentasi di kenal dan di pergunakan untuk mengawetkan hijauan.
Jika saat ini proses fermentasi silase terkesan serba scientific, itu karena para ilmuwan terus menyelidiki dan mengembangkannya , dengan menggunakan istilah-istilah yang ruwet njlimet serta susah di mengerti, walaupun tujuannya memudahkan bagi para peternak.
Bagi para pemula yang belum pernah membuat fermentasi silase, lakukan tahapan pada penjelasan di atas, dengan sekala jumlah yang kecil terlebih dahulu.
Gunakan kantung plastik bekas pembungkus sebagi silo, sebanyak  sepuluh kantung silo atau kelipatan dari sepuluh. Perhatikan betul-betul jangan sampai ada yang bocor silo mini nya.
Lima silo mini diperuntukan  pembuatan silase tanpa bahan tambahan, lima lainnya untuk pembuatan silase dengan menggunakan bahan tambahan.
Setiap minggu bukalah masing-masing satu silo yang memakai bahan tambahan dan yang tidak.
Periksa dengan seksama hasilnya. Lakukan pencatatan dari apa yang anda temukan, bandingkan dengan penjelasan diatas.
Pada minggu ke empat dan kelima, anda akan mampu memberikan skore atau penilaian hasil fermentasi yang anda lakukan , dengan melihat Kriteria Silase yang baik di bawah ini.
Setelah melakukan berulang ulang, maka anda akan merasakan bahwa proses pembuatan silase adalah suatu proses yang penuh dengan nuansa seni yang tinggi, sehingga sangat menyenangkan untuk di lakukan.
Ketekunan, kecepatan, kebersihan serta kepatuhan pada prosedur dan tahap pembuatan silase, akan menentukan perbedaan hasil yang di dapat.
Penilai ahir dari produksi silase anda , adalah ternak anda, jika ternak anda menyukainya, pertumbuhannya lebih baik, serta anda tidak takut lagi menghadapi kelangkaan hijauan saat musim panas yang panjang. Berarti anda telah meraih satu tahap kesuksesan dalam hidup anda. Tiada yang menilai kesuksesan anda, tiada yang memberikan penghargaan pada kesuksesan anda ini, namun dengan pasti kesuksesan berikutnya telah menanti anda.
Kriteria Silase  yang baik :
Indikasi dan penjelasan serta nilai keberhasilannya:
Indikator  Penilaian
Nilai
Penjelasan
Nilai keberhasilan
Wangi
25
1.      Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya.
2.     Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi
3.    Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung, rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau.
4.      Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap
25
20
10
0
Rasa
25
5.      Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult.
6.      Rasanya sedikit asam
7.      Tidak ada rasa
8.      Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya.
25
20
5
0
Warna
25
9.      Hijau kekuning-kuningan
10.   Coklat agak kehitam-hitaman
11. Hitam, mendekati warna kompos
25
10
0
Sentuhan
25
12.Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa
13.  Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung hilang.
14.  Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang.
25
10
0
JUMLAH
100
Jumlah nilai =   Nilai wangi +
Nilai rasa + Nilai warna + Nilai
sentuh
Penyimpanan Silase:
Silase dapat di simpan dalam waktu yang sangat lama selama tetap berada dalam keadaan kedap udara




Ada beberapa proses pengawetan yang umum di lakukan adalah :
Hay :
hijauan yang dikeringkan sehingga kandungan air 12-20 %, disebut juga sale hijauan
Silase :
hijauan yang difermentasi sehingga hijauan tersebut tetap awet karena terbentuk asam laktat.
Amoniasi :
proses pengawetan hijauan dengan menggunakan amonia.
1. HAY (dibaca heiy)
Tanaman hijauan yang di awetkan dengan cara di keringkan dibawah sinar matahari kemudian di simpan dalam bentuk kering dengan kadar air 12%-30% disebut HAY.
Pengawetan dengan cara ini jarang di lakukan oleh peternak di Indonesia, mungkin karena jumlah hijauan yang tersedia relatif tak terbatas. Lain halnya dengan di negara empat musim, dimana hijauan yang tersedia pertahun sangat amat terbatas. Tak dapat di pungkiri bahwa ketersediaan hijauan yang tak terbatas di Indonesia, justru lebih menyusahkan peternak di saat musim panas, walaupun sebetulnya hijauan relatif masih tersedia.
Sebaliknya di negara empat musim dimana selama hampir delapan bulan hijauan tidak tersedia, namun mereka tidak pernah merasa kesulitan apalagi mengalami kerugian.
Penyebabnya adalah mereka lebih berpengalaman menghadapi masa paceklik hijauan, yang mereka atasi dengan berbagai cara melakukan penimbunan hijauan yang telah di awetkan,sebelum musim paceklik tiba.
Pembuatan hay adalah metoda yang sudah sangat lama / tua mereka lakukan. Metoda ini dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana, dan biaya yang paling rendah.
Metoda ini dilakukan peternak  di seluruh dunia, pelaksanaannya berbeda-beda namun semua mengikuti prinsip dasar yang sama, yaitu mengurangi kadar air yang terkandung dengan mempertahankan kandungan nutrisi sebanyak mungkin.
Tujuan pembuatan Hay:
Tujuan lain dalam pembuatan Hay adalah untuk untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman /rumputan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi.
Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Prinsip dasar
Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara dibuat hay adalah dengan cara mengeringkan hijauan, baik secara alami (menggunakan sinar matahari) maupun menggunakan mesin pengering (dryer). Adapun kandungan air hay ditentukan sebesar 12-20 %, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay tidak ditumbuhi jamur. Jamur akan merusak kualitas hijauan yang telah diawetkan  menjadi hay.
Bahan pembuatan Hay
Bahan untuk pembuatan hay adalah segala macam hijauan yang di sukai oleh ternak ruminansia. Cara memanen dan menangani paska panen sangat mempengaruhi kualitas hay. Cara memanen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang akan tercecer dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen harus  diletakkan ditempat yang teduh dan memadai, karena jika tertimpa hujan maka kualitas hijauan tersebut akan menurun.
Proses pengeringan yang berlangsung terlalu lama akan mengakibatkan kehilangan nutrisi dan memudahkan tumbuhnya jamur. Pengeringan yang berlebihan juga akan menurunkan kualitas hay.
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Hay :
- Bertekstur halus atau yang berbatang halus agar mudah kering
- Dipanen pada awal musim berbunga.
- Hijauan (tanaman) yang akan dibuat hay dipanen dari area yang subur.
- Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar 
  protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang  
  diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan 
  turunnya palatabilitas dan kualitas.
Bahan tambahan
Agar hay dapat lebih awet disimpan, maka biasanya  diberi pengawet. Adapun macam-macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl), asam propionic, dan amonia cair.
Garam:
sebagai pengawet diberikan 1-2% akan dapat mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba, serta dapat menekan pertumbuhan jamur.
Asam propionic:
berfungsi sebagai fungicidal dan fungistalic yaitu mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat (dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan.
Amonia cair:
juga berfungsi sebagai fungicidal dan pengawet, mencegah timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).
Sekarang banyak di jual bahan  tambahan ini disebutnya Inoculan, merk dagang bermacam-macam juga
Proses pembuatan hay
Hijauan segar yang terkumpul di gelar dalam tumpukan setipis mungkin saat  dijemur dibawah sinar matahari. hijauan hendaknya dibalik tiap 2 jam. Lama pengeringan tergantung tercapainya kandungan air antara12-20 % . Untuk mengechek kandungan air ini, kalau sekala sangat besar bisa beli alatnya, kalau untuk sekala rumahan “perlu banyak pengalaman”
Metoda penjemuran:
a.  Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).
b. Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ±50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
Bagi Pemula:
Lakukan proses ini dengan jumlah hijauan sedikit-sedikit terlebih dahulu, dengan bervariasi kelembabannya, kemudian simpan beberapa minggu ditempat yang bersih dan terlindung dari hujan.
Sesudah itu di periksa lagi keadaannya. Yang paling baik hasilnya, adalah yang kelembabannya paling mendekati persyaratan. Lalu berikan pada ternak berbagai hay tersebut, amati mana yang paling disukai ternak.
Setelah mengetahui mana yang baik dan mana yang disukai, barulah membuatnya dalam jumlah banyak sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya lebih baik berlebih dari pada kurang
.
Adapun kriteria hay yang baik :
· Berwarna tetap hijau meskipun ada yang berwarna kekuningkuningan.
·  Daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh    dan jelas, tidak terlalu kering sebab kalu kering maka akan mudah patah.
·   Tidak kotor dan tidak berjamur.
·   Mohon di ingat Alat Pengukur Parameter keberhasilan pembuatan hay yang terbaik adalah Ternak yang akan memakannya
Penyimpanan Hay
Hay harus di simpan di tempat yang kering, terlidung dari air hujan, sebaiknya jangan di letakan di atas tanah, karena tanah bersifat lembab.
Cara penympanan yang murah dan sangat efektif adalah dengan menggunakan Ten Ton ( mereka menyebutnya dengan Tenda Tony), seperti pada gambar berikut.
TenTon, Tempat Penyimpanan Hay




3. AMONIASI
Pengawetan pakan dengan  Amoniasi bisa dilakukan dengan mudah , menyenangkan aman dan menguntungkan, selama mengikuti beberapa syarat tahapan yang simpel, agar pekerjaan yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang di kehendaki .
Hijauan sebagai pakan ternak semakin hari semakin sulit di dapat, terlebih saat musim kemarau panjang. Walau demikian limbah produksi padi, yaitu jerami padi cukup berlimpah, bahkan sebagian dibakar. Sebetulnya jerami tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk ternak. Namun karena pemanfaatan jerami untuk pakan ternak masih belum umum di lakukan di Indonesia, maka jerami yang tersedia umumnya tidak dalam kadaan baik untuk di pergunakan dalam amoniasi jerami.
Jerami itu sendiri untuk pakan ternak sebetulnya kualitasnya sangat rendah, sehingga harus di olah terlebih dahulu agar  kualitasnya meningkat. Kandungan gizi jerami padi yang berupa protein hanya 3-5 %, padahal hijauan rumput, misalnya rumput gajah mencapai 12-14%. Demikian pula kadar vitamin dan mineralnya juga sangat rendah, sehingga jerami padi dikategorikan pakan yang “miskin” gizi
Disamping itu serat jerami  sangat liat, atau dengan kata lain kecernaannya rendah, hanya sekitar  25-45%, tergantung varietasnya.
Amoniasi jerami padi dapat meningkatkan kadar nutrisi dan meningkatkan kecernaan nya sehingga bisa lebih berdaya guna sebagai pakan ternak ruminansia
PENGAWETAN HIJAUAN DENGAN AMONIASI
Dalam setiap hijauan termasuk di dalamnya adalah jerami padi, terdapat Sellulosa dan hemisellulosa yang merupakan  bagian dari serat kasar hijauan. Keduanya secara kimia merupakan rantai yang panjang dari glukosa. Ikatan rantai ini cukup kuat. Disamping itu mereka juga berikatan dengan lignin, ikatan inipun lebih kuat dari ikatan diantara sellulosa tadi. Semua jalinan ikatan tersebut secara keseluruhan sangat tahan tahan terhadap “serangan” enzim yang dikeluarkan oleh mikroba rumen (pencernaan). Sehingga kandungan  sellulosa dan hemisellulosa, tidak dapat di cerna dan di manfaatkan  tubuh ternak sebagai energi.
Pengolahan amoniasi adalah suatu proses pememotongan  ikatan rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, sehingga ikatan tadi bisa terlepas dan berganti ikatan dengan NH3, dan saat yang sama sellulosa serta hemisellulosa akan terlepas dari ikatan. Dengan demikian maka sifat kecernaan jerama akan meningkat, juga kadar proteinnya juga meningkat karena  NH3 yang terikat akan  berubah menjadi senyawa sumber protein.
Dengan demikian keuntungan amonisasi adalah :
·        Kecernaan meningkat  
·        Protein jerami meningkat.  
·        Menghambat pertumbuhan jamur.  
·        Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami.  
Dengan keuntungan yang di dapat tersebut maka  proses pengawetan dengan sendirinya juga terjadi.
Tujuan pembuatan Amonisasi:
Jika dilihat dari nilai nutrisi secara detail, jerami padi ini mempunyai kandungan protein 4,5 – 5,5%, lemak 1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 – 46,5%, abu 19,9 – 22,9%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9%.
Dengan demikian karakteristik jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah.  Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses lignifikasi (pengerasan)  sehingga terbentuk ligriselulosa dan lignohemiselulosa.
Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami disebabkan juga oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut secara bersamaan akan semakin meurunkan dayaa cerna jerami padi.
Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi  dan sulitnya daya cerna jerami, menyebabkan jerami menjadi pakan ternak ruminansia sangat rendah manfaatnya Tujuan pembuatan Amonisasi adalah meningkatkan kualitas jerami yang rendah kandungan nutrisinya, menjadi jerami yang kandungan nutrisinya memadai, serta makin tingi daya kecernaannya
Kandungan amonia juga akan  digunakan oleh mikroba rumen dalam  aktivitas sintesis protein,  sehingga bisa membuat jerami padi menjadi lebih baik untuk dikonsumsi dan daya cernanya yang tinggi.
Prinsip Dasar Amonisasi
Diatas telah di bahas bahwa jerami padi merupakan pakan ternak yang miskin nutrisi dan sulit di cerna oleh ternak.
Penyebab dari rendahnya kecernaan adalah terdapat lignin sekitar 6-7%. Lignin tidak dapat dicerna dalam rumen atau dalam pencernaan. Juga mengandung 13 % silikat. Silikat dan lignin ini bagaikan kaca pelapis, yang melapisi zat-zat yang berguna dan bernilai energi tinggi seperti protein, selulose, hemiselulose. Disamping itu  ikatan serat di dalamnya juga sangat kuat. Sehingga jerami padi di golongkan pada pakan yang kurang berdaya guna untuk pertumbuhan ternak.
Amoniasi tujuannya adalah untuk memecah kaca pelindung tersebut diatas, serta mengurai ikatan serat yang sangat kuat pada dinding jerami tersebut,  agar sellulosa dan hemisellulosa, yang mempunyai nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan diserap oleh pencernaan ternak ruminansia
Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat dimanfaatkan seperti kaustik soda (NaOH), Urea dan bahan kimia lainnya, namun disamping kurang aman bagi lingkungan, harga dan cara penanganannya sangat banyak membutuhkan biaya.
Bahan kimia yang paling murah dan mudah di dapat serta mudah penanganannya adalah dengan menggunakan Urea
Urea merupakan salah satu sumber amoniak (NH3) berbentuk padat. Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman pangan  kadar nitrogen yang terkandung didalamnya adalah 46 persen.
Dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 – 6 % NH3  dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, tetapi amoniak ini hanya berfungsi sebagai pengawet saja. Bila lebih dari 6 % amoniak akan terbuang karena tidak sanggup lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya pemborosan amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja.
Bahan pembuatan Amoniasi
Jerami padi. Pupuk Urea
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Amoniasi :
Tumbuhan yang berdinding keras, seperti batang padi, atau jerami yang berkualitas baik, artinya tidak busuk ataupun basah karena terendam air sawah maupun hujan
Proses pembuatan Amoniasi:
Penyediaan perlengkapan dan peralatan
1.      Sediakan jerami padi yang sudah kering dan dalam keadaan baik.
2.      Sediakan kotak untuk mencetak jerami dengan ukuran yang di sesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lokasi peternakan
3.      Sediakan tali pengikat jerami yang telah di cetak.
4.      Siapkan lembaran plastik untuk pembungkus jerami
5.      Sediakan karung plastik untuk mengantongi bungkusan jerami.
6.      Sediakan urea dalam jumlah yang memadai sesuaikan dengan jumlah jerami, 4-6 kg urea untuk setiap 100 kg jerami padi),
7.      Sediakan timbangan yang sesuai dengan berat tiap ikatan jerami
8.      Sediakan tempat penyimpanan jerami, yang terlindung dari hujan dan sengatan sinar matahari.
Tahapan yang paling praktis amoniasi jerami adalah sebagai berikut:
1. Pencetakan Jerami
Tujuan pencetakan adalah , agar mempermudah penyusunan jerami saat dilakukan proses amoniasi, mempermudah penghitungan jumlah dan timbangan  jerami.
Masukan jerami-jerami tersebut kedalam kotak cetakan yang telah di sediakan. Lakukan pemadatan atau pengepresan terhadap jerami yang berada di dalam kotak cetakan tersebut. Setelah padat , keluarkan jerami tersebut.
Mohon di catat disini, bahwa pemasukan jerami kedalam cetakan , bisa dan akan dilakukan selapis demi selapis, pemadatan juga dilakukan selkapis demi selapis. Guna mengakomodasi penebaran urea yang lebih merata.
2. Pengikatan.
Jerami yang telah di keluarkan dari kotak cetakan, di ikat dengan menggunakan tali rafia atau tali lain yang tersedia dan cukup kuat.
3. Penimbangan
Jerami yang telah terikat dalam bentuk kotak/balok ditimbang. Lakukan penimbangan untuk beberapa ikat jerami, agar di dapat berat rata-rata untuk setiap ikatnya. Sehingga untuk selanjutnya tidak usah semua djerami di timbang seluruhnya, cukup dengan mengetahui jumlah ikatan balok jerami, dapat di ketahui jumlah berat nya
4. Penaburan urea
    Cara yang terbaik dalam penaburan urea adalah dengan cara menaburkannya selapis demi selapis saat melakukan pencetakan dlam kotak cetakan. (lihat catatan di poin 1)  Setelah mengetahui berat jerami untuk tiap pencetakan maka akan segera di ketahui jumlah urea yang di butuhkan. Yaitu dengan menghitung berat rata-rata tiap ikatan balok jerami di kalikan dengan 4-6%, misal berat tiap ikatan balok jerami adalah 100 Kg, maka jumlah urea yang di butuhkan adalah 6 Kg.
    Lakukan penakaran untuk 6 Kg urea, dengan menggunakan wadah , misalnya ember kecil. Satu ember penuh menampung 6 Kg urea. Maka untuk setiap pencetakan membutuhkan satu ember urea.
    Setelah satu lapisan jerami di padatkan , taburkan urea secukupnya , misal 1Kg. Kemudian letakan dan padatkan lapisan jerami berikutnya, kemudian taburkan kembali urea di atas lapisan tersebut. Demikian seterusnya sehingga saat cetakan jerami di keluarkan dari cetakannya dan di ikat, bisa langsung di lakukan pembungkusan, tanpa perlu menaburinya lagi dengan urea
    Cara yang kedua adalah, jerami yang telah diikat  ditaburi urea . Penaburan urea ke dalam ikatan jerami harus dilakukan secara merata, agar proses amoniasi jerami padi berjalan  dengan baik.
    Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg.
   Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami
  
  5. Pembungkusan
   Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih.
6. Pengarungan
    Jerami yang telah terbungkus di masukan kedalam karung, agar mudah penanganannya, serta melindungi kerusakan plastik pembungkusnya yang dapat mengakibatkan  kebocoran.
7. Penempatan
    Karung-karung yang berisi jerami tersebut harus disimpan di tempat yang teduh dan terhindar dari air hujan. Untuk mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jerami, maka sebaiknya karung-karung tersebut disusun bertumpuk ke atas, di atas karung  yang teratas  sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah. Proses penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan atau 30 hari.
8. Pembukaan
    Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih. Jerami amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh karena itu, jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka dan di angin-anginkan terlebih dahulu agar bau amoniak dapat berkurang.
   Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan ventilasi yang memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan terkena air hujan, maka akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut. Penyimpanan dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga.
  
9.Pemberian pakan Jerami Amoniasi
Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh, atau .dicampur dengan makanan tambahan atau penguat lainnya untuk meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi kandungan kandungan nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami amoniasi sebagai makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat perlu diperhatikan ketersediaannya.
  
Bagi Pemula:
Setelah membaca penjelasan di atas maka proses amoniasi akan sangat mudah di fahami dan sangat mudah di buatnya. Namun Bagi para pemula hal ini tak ubahnya seperti resep masakan, dengan resep yang sama belum tentu menghasilkan masakan yang sama lezatnya. Karena proses pembuatannya , lingkungannya serta keterampilan  dan pengalaman pemasaknya berbeda-beda.
Lakukan pembuatan amoniasi dalam sekala sangat kecil terlebih dahulu. Buatlah sepuluh unit atau sepuluh kantung jerami amoniasi, lima unit dengan cara penaburan urea saat pencetakan (sebut cara A), lima unit lainnya sesudah pencetakan (sebut cara B). Jangan lupa memberikan tanda yang sama untuk kemasan unit yang sama, agar tidak bingung saat melakukan pemeriksaan dan pembandingan nantinya
Setiap enam hari buka dua  unit kemasan masing-masing satu unit cara A dan satu unit cara B. Lakukan analisa pemeriksaan, dan catat hasilnya. Dengan demikian pada minggu ke lima atau hari ke 30, anda bisa melihat perbedaan antara kedua cara penebaran urea tersebut.  Hasil  yang lebih baik agar di pergunakan sebagai standard kerja anda pada pembuatan amoniasi berikutnya , yang tentunya dalam sekala yang lebih besar sesuai dengan kebutuhan anda.
Kriteria Amoniasi :
Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah :
·        Berwarna   kecoklat-coklatan.
·        Kering.  
·        Jerami padi hasil amoniasi  lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.
Penyimpanan Hasil Amoniasi:
Jerami hasil amoniasi atau jerami amoniasi, jika di keluarkan dari pembungkusnya harus diletakkan pada tempat atau rang yang terbuka tapi terlindung dari air hujan dan sengatan matahari. Air akan menyebabkan terjadinya pembusukan secara cepat pada jerami amoniasi.
Semakin lama di simpan maka bau amonia nya akan makin hilang, dan semakin baik pula di berikan sebagai pakan ternak.

CARA INI JUGA MASIH GAMPANG DAN MURAH, SILAHKAN MENCOBA
mencoba membuat bukan mencoba memakannya Boss!!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar